Anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) harus memiliki sikap gemar mencari ilmu, dan bersifat kritis. Mencari ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi kepentingan umat. Sementara bersifat kritis artinya selalu mengkritisi setiap kebijakan pemerintah tanpa ada kepentingan, kecuali kebenaran.
Hal tersebut disampaikan ketua HMI Kabupaten Purworejo, Windi Winandar, di sela-sela pembukaan acara dialog litas gerakan mahasiswa, Rabu (1/2), di gedung PKK kompleks pendopo rumah dinas Bupati. Acara tesebut merupakan serangkaian kegiatan HMI dalam rangka peringatan Milad ke 65 cabang Purworejo.
Dialog dengan tema “Reformulasi gerakan mahasiswa Purworejo dalam membangun kesadaran kolektif”, dibuka Staf Ahli Bupati bidang SDM dan Kemasyarakatan Drs H Sigit Budimulyanto MM. Disamping Winandar, panitia menghadirkan tiga nara sumber dari organisasi mahasiswa Islam di bawah naungan HMI cabang Purworejo. Yaitu Teguh Setyawan (IMM), Ageng Triyono (KAMI), Achmad Kusairi (PMII).
Dikemukakan Winandar bahwa, usia 65 tahun bagi sebuah organisasi merupakan usia yang matang, untuk ikut memberikan kontribusi kepada semua pihak. Selama itu pula roda kehidupan organisasi berjalan sesuai dinamika perkembangan jaman. HMI muncul di tengah-tengah perang mempertahankan kemerdekaan, tepatnya saat terjadi agresi tentara belanda yang berkeinginan menjajah kembali Indonesia. Sebagai sarana alat pemersatu bangsa, 65 tahun silam tepatnya tanggal 5/2 didirikan HMI, anggotanya dari berbagai organisasi mahasiswa Islam.
Disisi lain ia menyatakan bahwa pergerakan pemuda telah muncul sebelum Indonesia merdeka. Kemudian muncullah embrio organisasi pemuda, ditandai dengan berdirinya Budi Utomo tahun 1908. Kehidupan organisasi pemuda terus berjalan sesuai dinamikan politik di Indonesia, baik masa pra kemerdekaan, pasca kemerdekaan, era orde lama, orde baru, mau pasca reformasi. Untuk itu, ia minta agar anggota HMI selalu bersifat kritis terhadap pemerintah. HMI menempatkan diri sebagai oposisi, selalu mengkritisi setiap kebijakan pemerintah tanpa kepentingan, kecuali kebenaran.
Nara sumber lain, A Kusairi, mengingatkan dalam setiap gerakan mahasiswa agar waspada, jangan sampai ditunggangi oknum tertentu, yang memiliki kepentingan tertentu. Apabila hal itu terjadi, tentunya sangat merugikan perjuangan mahasiswa itu sendiri. Menurutnya, setiap organisasi termasuk organisasi mahasiswa Islam memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) sendiri-sendiri. Namun ketika berbicara tujuan, tentunya sama.
Disela-sela membuka acara, Sigit Budimulyanto mengungkapkan bahwa mahasiswa memiliki peran penting dan strategis dalam perjalanan bangsa Indonesia. Sejarah membuktikan, mahasiswa telah mampu menjadi kekuatan moral (moral force), agen perubahan (agent of change), dan agen kontrol sosial (agent of social control), yang tercermin dalam gerakan mahasiswa Angkatan 66, Angkatan 74 dan Angkatan 98.
“Namun saat ini banyak pihak beranggapan bahwa gerakan mahasiswa mengalami kegagapan dan disorientasi dalam menempatkan peran strategisnya. Ketika tuntutan demokratisasi yang awalnya diperjuangkan itu berhasil diwujudkan, malah mengakibatkan eksistensi dan peran gerakan mahasiswa termarginalisasi hanya menjadi kekuatan pinggiran dalam setting demokrasi saat ini. Bahkan mahasiswa saat ini terjebak pada sentimen sektarianisme. Fenomen ini terlihat ketika ada mahasiswa dari satu perguruan tinggi terlibat tawuran dengan mahasiswa dari perguruan tinggi lainnya, atau bahkan antar fakultas dalam satu perguruan tingg”, katanya.
Dalam konteks Kabupaten Purworejo, lanjutnya, gerakan mahasiswa diharapkan dapat membantu upaya-upaya pemerintah daerah dan masyarakat Purworejo dalam mewujudkan pembangunan di daerah dalam kerangka Otonomi Daerah. Antara lain dengan memberikan kontribusi-kontribusi pemikiran yang positif bagi penciptaan peluang usaha dalam upaya peningkatan kualitas dan taraf hidup masyarakat demi terwujudnya masyarakat yang sejahtera, berdaya dan mampu berperan aktif dalam proses pembangunan.
sumber : www.purworejokab.go.id
0 comments:
Post a Comment